Saya membaca dua buku dari tetralogi Laskar Pelangi saat masih berada di daerah terpencil tak bersinyal karena dipinjami oleh dokter gigi yang baru pulang ke kampong halamannya di Jawa. Sang Pemimpi dan Edensor. Sedangkan Laskar Pelangi sendiri baru saya baca kemudian karena dokter gigi tersebut tidak membawanya, maka baru saat di Jakarta suami saya membelikan buku kesatu tetralogi tersebut. Membacanya memberi kesegaran tersendiri bagi saya karena topiknya yang baru dibanding novel-novel lain serta gaya bahasa memukau yang diuraikan Andrea Hirata. Kini saya menunggu-nunggu (seperti pula penggemar Laskar Pelangi lainnya) kehadiran Maryamah Karpov, tetralogi yang terakhir.
Keadaan seperti dalam novel Andrea yang konon adalah kisah nyata merupakan hal yang kadang luput dari perhatian. Pendidikan di daerah-daerah seringkali disinonimkan sulit berkembang dan kurang mampu bersaing dengan di kota-kota besar. Maka orangtua yang peduli serta mampu seringkali memindahkan pendidikan putra-putrinya ke daerah yang memiliki akses pendidikan lebih maju agar anaknya pun lebih cerdas serta mampu bersaing. Keterbatasan-keterbatasan membelenggu kemajuan pendidikan didaerah, dimulai dari sumberdaya pengajar, fasilitas, sarana maupun prasarana pendidikan. Maka Laskar Pelangi sangat menginspirasi bagaimana sekolah yang hampir rubuh akhirnya malah berprestasi dan diakui meski berbagai keterbatasan fisik menghinggapi. Kemampuan non fisik berupa semangat, perhatian dan budi pekerti yang diajarkan guru dan diterima muridlah yang tidak bertepi. Hingga melekat erat dalam sanubari dan menciptakan daya lejit luar biasa untuk terus belajar dalam semua keterbatasan fisik tadi.
Maka kondisi ini memang yang dirindukan saya, mungkin juga semua pihak. Hingga tak usah ragu untuk menyekolahkan, memilih lokasi domisili yang terdapat sekolah memadai bagi anak-anak kita, atau lebih memilih sekolah negeri maupun swasta. Karena dimanapun ditempa, semoga anak-anak tetap mencintai ‘ilmu’ dan menghormati ‘guru’ sebagai bagian yang tak pernah terpisahkan dari hidupnya.
Oh ya, satu lagi tentang mimpi-mimpi Ikal dan Arai tokoh dalam Sang Pemimpi dan Edensor mengingatkan saya pada seorang sahabat yang juga berani mempunyai mimpi-mimpi besar menjelajah Eropa, bersekolah setinggi-tingginya. Saya mencari berbagai kemiripan Andrea (Ikal) dengan sahabat saya tadi. Ah, dasar yah.. tapi sahabatku, beneran deh kamu mirip Andrea..(atau Ikal ?)
Keadaan seperti dalam novel Andrea yang konon adalah kisah nyata merupakan hal yang kadang luput dari perhatian. Pendidikan di daerah-daerah seringkali disinonimkan sulit berkembang dan kurang mampu bersaing dengan di kota-kota besar. Maka orangtua yang peduli serta mampu seringkali memindahkan pendidikan putra-putrinya ke daerah yang memiliki akses pendidikan lebih maju agar anaknya pun lebih cerdas serta mampu bersaing. Keterbatasan-keterbatasan membelenggu kemajuan pendidikan didaerah, dimulai dari sumberdaya pengajar, fasilitas, sarana maupun prasarana pendidikan. Maka Laskar Pelangi sangat menginspirasi bagaimana sekolah yang hampir rubuh akhirnya malah berprestasi dan diakui meski berbagai keterbatasan fisik menghinggapi. Kemampuan non fisik berupa semangat, perhatian dan budi pekerti yang diajarkan guru dan diterima muridlah yang tidak bertepi. Hingga melekat erat dalam sanubari dan menciptakan daya lejit luar biasa untuk terus belajar dalam semua keterbatasan fisik tadi.
Maka kondisi ini memang yang dirindukan saya, mungkin juga semua pihak. Hingga tak usah ragu untuk menyekolahkan, memilih lokasi domisili yang terdapat sekolah memadai bagi anak-anak kita, atau lebih memilih sekolah negeri maupun swasta. Karena dimanapun ditempa, semoga anak-anak tetap mencintai ‘ilmu’ dan menghormati ‘guru’ sebagai bagian yang tak pernah terpisahkan dari hidupnya.
Oh ya, satu lagi tentang mimpi-mimpi Ikal dan Arai tokoh dalam Sang Pemimpi dan Edensor mengingatkan saya pada seorang sahabat yang juga berani mempunyai mimpi-mimpi besar menjelajah Eropa, bersekolah setinggi-tingginya. Saya mencari berbagai kemiripan Andrea (Ikal) dengan sahabat saya tadi. Ah, dasar yah.. tapi sahabatku, beneran deh kamu mirip Andrea..(atau Ikal ?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar